AGROEKOSISTEM HUTAN KOTA.
A. PENDAHULUAN.
Agroekosistem
adalah tanaman dan hewan yang
berhubungan dengan lingkungannya (baik fisik maupun kimia) yang sengaja dibuat
oleh manusia untuk menghasilkan keuntungan bagi manusia. Keuntungan yang
didapat bisa berupa fisik(hasil panen) maupun tidak secara fisik(peningkatan
kaulitas lingkungan hidup manusia). Agroekosistem itu sendiri meliputi
komponen-komponen yang terbagi ke dalam faktor abiotic dan faktor biotik.
Definisi atau rumusan hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitarnya. Odum (1983) mengemukakan bahwa jaringan dari komponen-komponen dan proses yang terjadi pada lingkungan merupakan sistem. Sistem lingkungan hidup biasanya meliputi daratan atau air, misalnya hutan, danau, lautan, lokasi pertanian, perkotaan, regional, desa dan biosfer.
(Fakuara dalam Sundari,2015:9) mengemukakan tentang hutan kota yaitu ruang terbuka yang ditumbuhi vetetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberi manfaat kepada lingkungan sebesarbesarnya untuk penduduk kota dalam kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan sebagainya.
Definisi atau rumusan hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitarnya. Odum (1983) mengemukakan bahwa jaringan dari komponen-komponen dan proses yang terjadi pada lingkungan merupakan sistem. Sistem lingkungan hidup biasanya meliputi daratan atau air, misalnya hutan, danau, lautan, lokasi pertanian, perkotaan, regional, desa dan biosfer.
(Fakuara dalam Sundari,2015:9) mengemukakan tentang hutan kota yaitu ruang terbuka yang ditumbuhi vetetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberi manfaat kepada lingkungan sebesarbesarnya untuk penduduk kota dalam kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan sebagainya.
Sedangkan menurut Grey dan Deneke (1978) 13 hutan
kota merupakan kawasan vegetasi berkayu yang luas serta jarak tanamnya terbuka
bagi umum, mudah dijangkau oleh penduduk kota dan dapat memenuhi fungsi
perlindungan dan regulatifnya, seperti kelestarian tanah, tata air, ameliorasi
iklim, penangkal polusi udara, kebisingan dan lain-lain. Jorgensen (1977, dalam
Grey dan Deneke, 1978) seseorang yang dianggap sebagai pelopor mengemukakan bahwa
hutan kota meliputi lahan minimal seluas 50 – 100 ha, jarak lokasi hutan kota
dapat dicapai dengan berjalan kaki dari pusat permukiman penduduk padat, jarak
sama yang ditempuh dari titik akhir jaringan transportasi umum atau setara
waktu yang diperlukan pejalan kaki apabila ia bersepeda dan harus
terbuka bagi umum.
Hutan kota sering berada di luar batas kota.
Jalur hijau, hutan kota, hutan lindung dan tanaman urugan dapat dikatakan
bagian dari hutan kota. Area ini biasanya untuk umum dan bermanfaat untuk
berbagai macam kegunaan, serta mempunyai nilai luar biasa untuk lingkungan kota
yaitu sebagai pelindung mata air, rekreasi, memberikan pemandangan, tempat
hiburan atau sebagai tempat pembuangan limbah.
Tempat yang digunakan sebagai bahan acuan yaitu hutan
kampus UGM. Hutan mini atau arboretum di kawasan Fakultas Kehutanan Universitas
Gajah Mada Yogyakarta, membentang di areal seluas 0,9 hektar atau kurang lebih
9000 meter persegi. Hutan ini terletak di sudut perempatan antara Universitas
Gajah Mada dengan wilayah Jalan Kaliurang Yogyakarta, tepat di depan Selokan
Mataram.
B. KOMPONEN BIOTIK HUTAN KOTA.
Komponen biotik
ini meliputi:
1. Tumbuhan.
Di area hutan kampus UGM terdapat berbagai jenis pohon, diantaranya Meranti merah (shorea leprosula), Miara payung (filicium depiciens), Ketapang(Terminalia catappa), Glodogan (Polyalthea longifolia), Angsana (Pterocarpus indicus), Sapu tangan (Maniltoa grandiflora), Kepel (Stelechocarpus burahol), Sawo kecik (Manilkara kauki), dan Trembesi (Samanea saman). Selain itu terdapat rumput liar, semak-semak, dan tumbuhan perdu.
2.
Hewan.
Terdapat berbagai jenis hewan di Hutan Kampus UGM ini,
diantaranya yaitu burung Cangak abu (Ardea
purpurea), Cangak laut(Ardea
sumatrana), dan Kowak malam abu(Nycticorax
nycticorak), kupu-kupu, berbagai jenis serangga, dan hewan lainnya.
3.
Manusia.
Dalam hal ini manusia merupakan komponen yang sangat penting
bagi keberlangsungan Hutan Kampus UGM, karena melalui pihak Kampus Hutannya
dikelola dengan baik.
C. KOMPONEN ABIOTIK HUTAN KOTA.
Komponen abiotik merupakan komponen
yang berasal dari lingkungan, atau bisa dikatakan komponen abiotik lah yang
mendukung komponen biotik dapat melangsungkan kehidupan. Komponen abiotik yang
terdapat dan yang berperan di Hutan Kampus UGM ini diantaranya:
1. Sinar
matahari.
2. Suhu
udara.
3. Kelembapan.
4. Tanah.
5. Air.
6. Kelembapan
udara.
7. Kemasaman
tanah.
D. INTERAKSI ANTAR KOMPONEN HUTAN KOTA.
Dalam sebuah ekosistem, terjadi
siklus yang akan terus berlangsung. Maksudnya yaitu energi yang berasal dari
matahari mengalir menuju tanaman, yang berguna untuk pertumbuhan tanaman.
Pertumbuhan tersebut nantinya akan menghasilkan nutrisi yang disimpan dalam
hasil produksi masing-masing tanaman. Komponen biotik dan komponen abiotik saling berinteraksi, dan dari
interaksi tersebut tercipta sebuah keseimbangan di alam. Dan manusia pun terlibat dalam interaksi
tersebut, mengingat Hutan Kampus UGM merupakan hasil karya manusia, tentunya
manusia ikut andil dalam keberlangsungan kehidupan. Berikut interaksi antar
komponen yang terjadi di Hutan Kampus UGM.
1. Interaksi antara komponen biotik dan abiotik
Komponen biotik
yang terdiri dari hewan dan tumbuhan akan berinteraksi dengan komponen abiotik
yang terdiri dari sinar matahari, suhu, tanah, unsur hara. dari interaksi ini
akan tercipta sebuah keseimbangan di lingkungan Hutan Kampus tersebut. Faktor
abiotik merupakan sumber kehidupan bagi keseluruhan komponen biotik, karena
komponen abiotic menyediakan sumber nutrisi untuk biotik, misalnya unsur hara,
cahaya matahari maupun iklim. Interaksinya dalam bentuk berikut ini.
a. Cahaya
matahari membantu tanaman untuk berfotosintetis, sehingga pohon dapat
melangsungkan kehidupannya. Selanjutnya pohon itu menjadi rumah bagi
burung-burung dan bermacam serangga yang ada di Hutan Kampus.
b. Dedaunan
dan kotoran burung yang jatuh ke tanah dapat menyuburkan tanah, dan tanah yang
subur akan bagus untuk pohon.
c. Air
merupakan kebutuhan makhluk hidup untuk tetap lestari, sehingga air mampu
membuat keberlangsungan ekosistem, karena tumbuhan dan hewan membutuhkannya.
2. Interaksi antara manusia dengan abiotik
Dalam hal ini peran manusia sangat
krusial untuk komponen abiotik yang bisa direkayasa manusia, misalnya komponen
tanah, kebutuhan unsur hara, kebutuhan air untuk tanaman. Sehingga ini pun akan
berpengaruh untuk komponen biotik.
3.
Interaksi antara manusia dengan
biotik.
Ekosistem yang terjadi di Hutan
Kampus sangat bergantung pada campur tangan manusia di dalamnya. Interaksi yang
terjadi diantaranya.
a. Manusia
memberi makan burung-burung yang ada di sana. Mengingat hutan Kampus tersebut
ada di dalam kota, sangat terbatas sumber makanan yang tersedia. Dan terdapat
burung-burung di sangkar buatan, sehingga peran manusia sangat dibutuhkan dalam
kelangsungan hidupnya.
b. Terdapat
pohon-pohon yang sudah tua, dan untuk regenerasi pohon tersebut di tebang.
c. Karena
peningkatan populasi burung Cangak abu, maka penebangan pohon yang menjadi
tempat tinggalnya ditebang, agar burung tersebut berpindah tempat.
E. ANALISIS AGROEKOSISTEM HUTAN KOTA.
1.
Produktivitas.
Produktivitas
sangat rendah, karena memang pembuatan hutan kota tidak dimaksudkan untuk
keuntungan materi semata, melainkan untuk tujuan yang lebih kepada peningkatan
ekosistem di suatu kota.
2.
Keberlanjutan.
Dari segi keberlanjutan usaha,
sistem ini sangat buruk. Hal ini karena rata-rata pohonnya berumur panjang. Dan
sistem hutan kota kemungkinan kecil untuk diterapkan oleh petani.
3.
Stabilitas.
Stabilitas hasil yang diperoleh
sangat buruk. Karena pohon yang ditanam tidak ditujukan untuk diambil
manfaatnya dari segi materi. Selain itu hewannya juga demikian.
4.
Kemerataan.
Sistem ini sangat tidak mungkin
untuk diterapkan oleh petani. Selain membutuhkan lahan yang cukup luas, juga
perawatan serta biaya yang banyak. Dan sistem ini tidak memberi petani hasil
materi.
AGROEKOSISTEM WANATANI.
![]() |
A. PENDAHULUAN.
Wanatani
merupakan sistem pengolahan lahan yang mengkombinasikan kegiatan kehutanan,
pertanian, peternakan dan lainnya yang saling menguntungkan dari berbagai
aspek. Sistem wanatani dapat diterapkan di dalam maupun di luar kawasan hutan
(di lahan milik rakyat) dengan menggunakan teknologi yang sesuai terhadap
kondisi ekologi dan sosial ekonomi kawasan setempat. Bentuk wanatani
diantaranya dapat berupa agrisilvi culture, yaitu berupa tumpangsari tanaman
hutan dan pertanianWanatani dikembangkan untuk
memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan produktivitas lahan dan
ekonomi masyarakat dan diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah
pengembangan pedesaan dan seringkali sifatnya mendesak utamanya diharapkan
dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara
berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarkat. Sistem
berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi
tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan. Kondisi
tersebut merupakan refleksi dari adanya konservasi sumber daya alam yang
optimal oleh sistem penggunaan lahan yang diadobsi. Dalam mewujudkan sistem
sasaran ini, wanatani diharapkan lebih banyak memanfaatkan tenaga atau sumber
daya sendiri dibandingkan sumber-sumber dari luar. Disamping itu, wanatani
diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia khususnya di daerah
pedesaan.
Dalam hal ini penulis mengambil data
sistem agroekosistem wanatani yang terdiri dari komponen utama pohon Sengon,
tanaman padi. Selain itu juga terdapat tanaman gulma seperti rerumputan dan
serangga-serangga.
B. KOMPONEN BIOTIK WANATANI.
1. Hewan.
Di dalam ekosistem wanatani yang penulis jadikan acuan, hewan merupakan
komponen yang tidak dominan kecuali jika dalam sistem wanatani itu sengaja di
budidayakan hewan ternak. Bahkan keberadaan hewan bisa menjadi faktor penurunan
produktivitas. Beberapa hewan yang ada diantaranya:
a. Belalang.
b. Ulat.
c. Dan
serangga kecil lainnya.
2. Tumbuhan.
Tumbuhan
terdiri dari tumbuhan utama berupa pohon Sengon dan padi serta tumbuhan gulma
seperti rerumputan.
C. KOMPONEN ABIOTIK WANATANI.
Komponen abiotic
dalam agroekosistem wanatani diantaranya.
1. Sinar
matahari.
2. Suhu
udara.
3. Iklim.
4. Tanah
5. Air.
6. Kemasaman
tanah.
D. INTERAKSI ANTAR KOMPONEN WANATANI.
1. Interaksi
antara komponen biotik dan abiotik.
Dalam agrosistem wanatani ini, interaksi antara
komponen biotik dengan abiotik akan menyeimbangkan ekosistem. Beberapa bentuk
interaksinya yaitu:
a. Pohon
sengon dan padi berinteraksi dengan cahaya matahari, karena dalam pembentukan
makanannya membutuhkan cahaya matahari. Matahari ini membantu proses
fotosintetis pada pohon sengon dan tanaman padi.
b. Tanah
merupakan tempat hidup pohon sengon dan tanaman padi. Tanah berinteraksi dengan
menyediakan tempat dan humus.
2. Interaksi
antara manusia dan komponen biotik.
Peranan manusia sangat dominan bagi keberlangsungan
komponen biotik. Karena tujuannya adalah untuk mengambil hasil produksi dari
komponen biotik ini. Bebrapa interaksinya yaitu:
a. Pada
komponen biotik terdapat tanaman utama dan tanaman gulma. Pada kasus ini
manusia akan menyingkirkan tanaman gulma karena mengganggu tanaman utama.
Manusia membantu keberlangsungan tanaman utama, karena dengan menyingkirkan
tanaman gulma maka unsur hara akan terserap maksimal oleh tanaman utama.
b. Pohon
sengon dan tanaman padi membutuhkan air, dan manusia berperan untuk mencukupi
kebutuhan air tersebut(selain air hujan).
c. Manusia
memberi pupuk pada tanaman sengon dan tanaman padi.
d. Manusia
merawat pohon sengon dan tanaman padi.
3. Interaksi
antara manusia dengan komponen abiotik.
Manusia dalam hal ini mengolah dan mendesain tanah
sehingga efektif untuk ditanami. Dan komponen abiotik membutuhkan campurtangan
manusia dalam mencapai keseimbangan ekosistem dalam agroekosistem wanatani ini.
E. ANALISIS AGROEKOSISTEM WANATANI.
1.
Produktivitas.
Sistem wanatani menggabungkan
beberapa budidaya tanaman, bahkan bisa juga peternakan. Namun di sini budidaya
pokonya ada dua yaitu pohon sengon dan tanaman padi. Dengan pohon sengon
sendiri membutuhkan waktu 5 tahun untuk sekali panen. Pada sistem ini
membutuhkan lahan yang luas.
Dari segi produktivitas, petani
akan mendapat keuntungan jangka pendek dari hasil tanaman padi. Dan keuntungan
terbesar yaitu dalam jangka waktu 5 tahun dari penanaman pertama pohon sengon.
2.
Keberlanjutan.
Keberlanjutan sangat baik, hal
ini karena petani dapat menanam padi setiap musimnya, dan juga dengan
keuntungan yang besar dari pohon sengon, setelah pohon sengon tersebut dipanen,
petani akan menanam pohon sengon tersebut. Selain itu keberlanjutan baik karena
pohon padi berumur rata-rata 3 bulan lebih, walaupun umur panen rata-rata pohon
sengon adalah 5 tahunan.
3.
Stabilitas.
Stabilitas juga
baik, karena petani mendapat keuntungan dari tanaman padi dalam jangka pendek.
Dan petani mendapat keuntungan besar selang 5 tahun kemudian.
4.
Kemerataan.
Petani mengorbankan waktu untuk
merawat pohon sengon dan tanaman padi, memberi pupuk, dan mengurus irigasi. Dalam
hal ini petani mengeluarkan biaya dan tenaga. Namun dengan keuntungan yang
didapat petani, maka dari segi kemerataan baik. Selain itu sistem ini mudah
untuk diterapkan oleh petani.
PERBANDINGAN AGROEKOSISTEM HUTAN KOTA DENGAN WANATANI.
A. AGROEKOSISTEM HUTAN KOTA.
Berdasarkan hasil analisis dari
bab sebelumnya, terdapat beberapa poin sebagai berikut:
1. Dalam
segi produktivitas, Hutan Kota sangat sulit untuk diterapkan. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat Hutan Kota tidak
akan sebanding dengan hasil yang didapat oleh petani. Sehinngga Hutan Kota
bukan pilihan untuk kesejahteraaan petani.
2. Pohon
yang ditanam di Hutan Kota dalah pohon dengan rata-rata umur yang panjang,
sehingga keberlanjutan usahanya tidak baik.
3. Tidak
adanya keuntungan yang didapat petani jika menerapkan sistem ini, stabilitas
keuntungan tidak jelas.
4. Hutan
Kota bukan pilihan bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraannya.
5. Pembuatan
Hutan Kota membutuhkan lahan dan modal yang besar, dan jika melihat rata-rata
petani di Indonesia, sistem ini tidak baik untuk petani.
B. AGROEKOSISTEM WANATANI.
Sistem ini menggabungkan beberapa
budidaya dalam satu lahan. Sistem ini sudah banyak diterapkan oleh petani.
Beberapa poin yang bisa diambil dari sistem ini yaitu:
1. Produktivitas
sistem Wanatani sangat baik, petani mendapat keuntungan jangka pendek dari
tanaman padi, dan selang 5 tahun akan mendapat keuntungan dari pohon sengon.
2. Stabilitas
keuntungan juga baik, ini didapat dari panen padi yang setahun bisa 2-3 kali
panen. Dan akan mendapat keuntungan tambahan dari pohon sengon.
3. Jumlah
tenaga, biaya, dan energi sebanding dengan hasil yang diperoleh petani.
4. Sistem
Wanatani bisa dijadikan pilihan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
5. Keberlanjutan
dalam sistem ini sangat baik, karena padi berumur pendek.
C. KESIMPULAN.
Dari penjelasan di
atas, maka penulis menyimpulkan bahwa sistem Hutan Kota sangat kecil
kemungkinan untuk diterapkan. Dilihat dari hasil analisis, Hutan Kota bukan
pilihan bagi petani untuk mengembangkan usahanya. Sedangkan untuk Wanatani
dilihat dari hasil analisis, sistem ini lebih baik untuk petani dibanding
dengan Hutan Kota. Dari segi produktivitas, stabilitas, kemerataan, dan
keberlanjutan, sistem Wanatani lebih baik dari sistem Hutan Kota. Berikut ini
poin yang dapat disimpulkan:
1. Hutan
Kota produktivitasnya lebih rendah dari sistem Wanatani.
2. Sistem
Wanatani lebih mudah dikembangkan dibanding sistem Hutan Kota.
3. Stabilitas
hasil yang didapat menunjukkan bahwa sistem Wanatani lebih baik dibanding
sistem Hutan Kota.
4. Keberlanjutan
usaha sistem Wanatani lebih baik daripada sistem Hutan Kota.
Demikian hasil analisis dari penulis, semoga
bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/pwk/article/view/17764/17728 diakses tanggal
29 Februari 2016 pukul 23:26.
http://www.ugm.ac.id/id/berita/8112ugm.stabilkan.keseimbangan.ekosistem.hutan.kampus
diakses pada tanggal 1 maret 2016 pukul 1:01.
http://jurnal.ugm.ac.id/jikfkt/article/view/1563/2973
diakses pada tanggal 1 maret 2016 pukul 1:05
Hardiatmi, JM Sri. "Investasi Tanaman Kayu Sengon dalam Wanatani
Cukup Menjanjikan." INNOFARM:
Jurnal Inovasi Pertanian 9.2
(2010): 17-21.) diakses pada tanggal 01
maret 2016 pukul 20:35.
Santoso,
Ir Hieronymus Budi. Budi daya sengon. Kanisius, 1992. Diakses pada
tanggal 02 maret pukul 15:06
Nice post
BalasHapus