Pengikut

Rabu, 02 Maret 2016

PERBANDINGAN AGROEKOSISTEM HUTAN KOTA DENGAN WANATANI.


                                                                                                                               AGROEKOSISTEM HUTAN KOTA.

A.   PENDAHULUAN.

Agroekosistem adalah  tanaman dan hewan yang berhubungan dengan lingkungannya (baik fisik maupun kimia) yang sengaja dibuat oleh manusia untuk menghasilkan keuntungan bagi manusia. Keuntungan yang didapat bisa berupa fisik(hasil panen) maupun tidak secara fisik(peningkatan kaulitas lingkungan hidup manusia). Agroekosistem itu sendiri meliputi komponen-komponen yang terbagi ke dalam faktor abiotic dan faktor biotik.
Definisi atau rumusan hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitarnya. Odum (1983) mengemukakan bahwa jaringan dari komponen-komponen dan proses yang terjadi pada lingkungan merupakan sistem. Sistem lingkungan hidup biasanya meliputi daratan atau air, misalnya hutan, danau, lautan, lokasi pertanian, perkotaan, regional, desa dan biosfer.
(Fakuara dalam Sundari,2015:9) mengemukakan tentang hutan kota yaitu ruang terbuka yang ditumbuhi vetetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberi manfaat kepada lingkungan sebesarbesarnya untuk penduduk kota dalam kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan sebagainya.

Sedangkan menurut Grey dan Deneke (1978) 13 hutan kota merupakan kawasan vegetasi berkayu yang luas serta jarak tanamnya terbuka bagi umum, mudah dijangkau oleh penduduk kota dan dapat memenuhi fungsi perlindungan dan regulatifnya, seperti kelestarian tanah, tata air, ameliorasi iklim, penangkal polusi udara, kebisingan dan lain-lain. Jorgensen (1977, dalam Grey dan Deneke, 1978) seseorang yang dianggap sebagai pelopor mengemukakan bahwa hutan kota meliputi lahan minimal seluas 50 – 100 ha, jarak lokasi hutan kota dapat dicapai dengan berjalan kaki dari pusat permukiman penduduk padat, jarak sama yang ditempuh dari titik akhir jaringan transportasi umum atau setara waktu yang diperlukan pejalan kaki apabila ia bersepeda dan harus terbuka bagi umum.
Hutan kota sering berada di luar batas kota. Jalur hijau, hutan kota, hutan lindung dan tanaman urugan dapat dikatakan bagian dari hutan kota. Area ini biasanya untuk umum dan bermanfaat untuk berbagai macam kegunaan, serta mempunyai nilai luar biasa untuk lingkungan kota yaitu sebagai pelindung mata air, rekreasi, memberikan pemandangan, tempat hiburan atau sebagai tempat pembuangan limbah.
Tempat yang digunakan sebagai bahan acuan yaitu hutan kampus UGM. Hutan mini atau arboretum di kawasan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada Yogyakarta, membentang di areal seluas 0,9 hektar atau kurang lebih 9000 meter persegi. Hutan ini terletak di sudut perempatan antara Universitas Gajah Mada dengan wilayah Jalan Kaliurang Yogyakarta, tepat di depan Selokan Mataram.

B.   KOMPONEN BIOTIK HUTAN KOTA.

Komponen biotik ini meliputi:

1.      Tumbuhan.

Di area hutan kampus UGM terdapat berbagai jenis pohon, diantaranya Meranti merah (shorea leprosula), Miara payung (filicium depiciens), Ketapang(Terminalia catappa), Glodogan (Polyalthea longifolia), Angsana (Pterocarpus indicus), Sapu tangan (Maniltoa grandiflora), Kepel (Stelechocarpus burahol), Sawo kecik (Manilkara kauki), dan Trembesi (Samanea saman). Selain itu terdapat rumput liar, semak-semak, dan tumbuhan perdu.

2.      Hewan.

Terdapat berbagai jenis hewan di Hutan Kampus UGM ini, diantaranya yaitu burung Cangak abu (Ardea purpurea), Cangak laut(Ardea sumatrana), dan Kowak malam abu(Nycticorax nycticorak), kupu-kupu, berbagai jenis serangga, dan hewan lainnya.

3.      Manusia.

Dalam hal ini manusia merupakan komponen yang sangat penting bagi keberlangsungan Hutan Kampus UGM, karena melalui pihak Kampus Hutannya dikelola dengan baik.

C.   KOMPONEN ABIOTIK HUTAN KOTA.

Komponen abiotik merupakan komponen yang berasal dari lingkungan, atau bisa dikatakan komponen abiotik lah yang mendukung komponen biotik dapat melangsungkan kehidupan. Komponen abiotik yang terdapat dan yang berperan di Hutan Kampus UGM ini diantaranya:
1.      Sinar matahari.
2.      Suhu udara.
3.      Kelembapan.
4.      Tanah.
5.      Air.
6.      Kelembapan udara.
7.      Kemasaman tanah.

D.   INTERAKSI ANTAR KOMPONEN HUTAN KOTA.

Dalam sebuah ekosistem, terjadi siklus yang akan terus berlangsung. Maksudnya yaitu energi yang berasal dari matahari mengalir menuju tanaman, yang berguna untuk pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tersebut nantinya akan menghasilkan nutrisi yang disimpan dalam hasil produksi masing-masing tanaman. Komponen biotik dan komponen abiotik saling berinteraksi, dan dari interaksi tersebut tercipta sebuah keseimbangan di alam. Dan manusia pun terlibat dalam interaksi tersebut, mengingat Hutan Kampus UGM merupakan hasil karya manusia, tentunya manusia ikut andil dalam keberlangsungan kehidupan. Berikut interaksi antar komponen yang terjadi di Hutan Kampus UGM.

1.      Interaksi antara komponen biotik dan abiotik

Komponen biotik yang terdiri dari hewan dan tumbuhan akan berinteraksi dengan komponen abiotik yang terdiri dari sinar matahari, suhu, tanah, unsur hara. dari interaksi ini akan tercipta sebuah keseimbangan di lingkungan Hutan Kampus tersebut. Faktor abiotik merupakan sumber kehidupan bagi keseluruhan komponen biotik, karena komponen abiotic menyediakan sumber nutrisi untuk biotik, misalnya unsur hara, cahaya matahari maupun iklim. Interaksinya dalam bentuk berikut ini.
a.       Cahaya matahari membantu tanaman untuk berfotosintetis, sehingga pohon dapat melangsungkan kehidupannya. Selanjutnya pohon itu menjadi rumah bagi burung-burung dan bermacam serangga yang ada di Hutan Kampus.
b.      Dedaunan dan kotoran burung yang jatuh ke tanah dapat menyuburkan tanah, dan tanah yang subur akan bagus untuk pohon.
c.       Air merupakan kebutuhan makhluk hidup untuk tetap lestari, sehingga air mampu membuat keberlangsungan ekosistem, karena tumbuhan dan hewan membutuhkannya.

2.      Interaksi antara manusia dengan abiotik

Dalam hal ini peran manusia sangat krusial untuk komponen abiotik yang bisa direkayasa manusia, misalnya komponen tanah, kebutuhan unsur hara, kebutuhan air untuk tanaman. Sehingga ini pun akan berpengaruh untuk komponen biotik.

3.      Interaksi antara manusia dengan biotik.

Ekosistem yang terjadi di Hutan Kampus sangat bergantung pada campur tangan manusia di dalamnya. Interaksi yang terjadi diantaranya.
a.       Manusia memberi makan burung-burung yang ada di sana. Mengingat hutan Kampus tersebut ada di dalam kota, sangat terbatas sumber makanan yang tersedia. Dan terdapat burung-burung di sangkar buatan, sehingga peran manusia sangat dibutuhkan dalam kelangsungan hidupnya.
b.      Terdapat pohon-pohon yang sudah tua, dan untuk regenerasi pohon tersebut di tebang.
c.       Karena peningkatan populasi burung Cangak abu, maka penebangan pohon yang menjadi tempat tinggalnya ditebang, agar burung tersebut berpindah tempat.

E.   ANALISIS AGROEKOSISTEM HUTAN KOTA.

1.       Produktivitas.

Produktivitas sangat rendah, karena memang pembuatan hutan kota tidak dimaksudkan untuk keuntungan materi semata, melainkan untuk tujuan yang lebih kepada peningkatan ekosistem di suatu kota.

2.      Keberlanjutan.

Dari segi keberlanjutan usaha, sistem ini sangat buruk. Hal ini karena rata-rata pohonnya berumur panjang. Dan sistem hutan kota kemungkinan kecil untuk diterapkan oleh petani.

3.      Stabilitas.

Stabilitas hasil yang diperoleh sangat buruk. Karena pohon yang ditanam tidak ditujukan untuk diambil manfaatnya dari segi materi. Selain itu hewannya juga demikian.

4.      Kemerataan.

Sistem ini sangat tidak mungkin untuk diterapkan oleh petani. Selain membutuhkan lahan yang cukup luas, juga perawatan serta biaya yang banyak. Dan sistem ini tidak memberi petani hasil materi.

                                                                                                                                 AGROEKOSISTEM WANATANI.


A.   PENDAHULUAN.

Wanatani merupakan sistem pengolahan lahan yang mengkombinasikan kegiatan kehutanan, pertanian, peternakan dan lainnya yang saling menguntungkan dari berbagai aspek. Sistem wanatani dapat diterapkan di dalam maupun di luar kawasan hutan (di lahan milik rakyat) dengan menggunakan teknologi yang sesuai terhadap kondisi ekologi dan sosial ekonomi kawasan setempat. Bentuk wanatani diantaranya dapat berupa agrisilvi culture, yaitu berupa tumpangsari tanaman hutan dan pertanianWanatani dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan produktivitas lahan dan ekonomi masyarakat dan diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan dan seringkali sifatnya mendesak utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarkat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut merupakan refleksi dari adanya konservasi sumber daya alam yang optimal oleh sistem penggunaan lahan yang diadobsi. Dalam mewujudkan sistem sasaran ini, wanatani diharapkan lebih banyak memanfaatkan tenaga atau sumber daya sendiri dibandingkan sumber-sumber dari luar. Disamping itu, wanatani diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia khususnya di daerah pedesaan.
Dalam hal ini penulis mengambil data sistem agroekosistem wanatani yang terdiri dari komponen utama pohon Sengon, tanaman padi. Selain itu juga terdapat tanaman gulma seperti rerumputan dan serangga-serangga.

B.   KOMPONEN BIOTIK WANATANI.

1.      Hewan.
Di dalam ekosistem wanatani yang penulis jadikan acuan, hewan merupakan komponen yang tidak dominan kecuali jika dalam sistem wanatani itu sengaja di budidayakan hewan ternak. Bahkan keberadaan hewan bisa menjadi faktor penurunan produktivitas. Beberapa hewan yang ada diantaranya:
a.       Belalang.
b.      Ulat.
c.       Dan serangga kecil lainnya.
2.      Tumbuhan.
Tumbuhan terdiri dari tumbuhan utama berupa pohon Sengon dan padi serta tumbuhan gulma seperti rerumputan.

C.   KOMPONEN ABIOTIK WANATANI.

Komponen abiotic dalam agroekosistem wanatani diantaranya.
1.      Sinar matahari.
2.      Suhu udara.
3.      Iklim.
4.      Tanah
5.      Air.
6.      Kemasaman tanah.

D.   INTERAKSI ANTAR KOMPONEN WANATANI.

1.      Interaksi antara komponen biotik dan abiotik.
Dalam agrosistem wanatani ini, interaksi antara komponen biotik dengan abiotik akan menyeimbangkan ekosistem. Beberapa bentuk interaksinya yaitu:
a.       Pohon sengon dan padi berinteraksi dengan cahaya matahari, karena dalam pembentukan makanannya membutuhkan cahaya matahari. Matahari ini membantu proses fotosintetis pada pohon sengon dan tanaman padi.
b.      Tanah merupakan tempat hidup pohon sengon dan tanaman padi. Tanah berinteraksi dengan menyediakan tempat dan humus.
2.      Interaksi antara manusia dan komponen biotik.
Peranan manusia sangat dominan bagi keberlangsungan komponen biotik. Karena tujuannya adalah untuk mengambil hasil produksi dari komponen biotik ini. Bebrapa interaksinya yaitu:
a.       Pada komponen biotik terdapat tanaman utama dan tanaman gulma. Pada kasus ini manusia akan menyingkirkan tanaman gulma karena mengganggu tanaman utama. Manusia membantu keberlangsungan tanaman utama, karena dengan menyingkirkan tanaman gulma maka unsur hara akan terserap maksimal oleh tanaman utama.
b.      Pohon sengon dan tanaman padi membutuhkan air, dan manusia berperan untuk mencukupi kebutuhan air tersebut(selain air hujan).
c.       Manusia memberi pupuk pada tanaman sengon dan tanaman padi.
d.      Manusia merawat pohon sengon dan tanaman padi.
3.      Interaksi antara manusia dengan komponen abiotik.
Manusia dalam hal ini mengolah dan mendesain tanah sehingga efektif untuk ditanami. Dan komponen abiotik membutuhkan campurtangan manusia dalam mencapai keseimbangan ekosistem dalam agroekosistem wanatani ini.




E.   ANALISIS AGROEKOSISTEM WANATANI.

1.       Produktivitas.

Sistem wanatani menggabungkan beberapa budidaya tanaman, bahkan bisa juga peternakan. Namun di sini budidaya pokonya ada dua yaitu pohon sengon dan tanaman padi. Dengan pohon sengon sendiri membutuhkan waktu 5 tahun untuk sekali panen. Pada sistem ini membutuhkan lahan yang luas.
Dari segi produktivitas, petani akan mendapat keuntungan jangka pendek dari hasil tanaman padi. Dan keuntungan terbesar yaitu dalam jangka waktu 5 tahun dari penanaman pertama pohon sengon.

2.       Keberlanjutan.

Keberlanjutan sangat baik, hal ini karena petani dapat menanam padi setiap musimnya, dan juga dengan keuntungan yang besar dari pohon sengon, setelah pohon sengon tersebut dipanen, petani akan menanam pohon sengon tersebut. Selain itu keberlanjutan baik karena pohon padi berumur rata-rata 3 bulan lebih, walaupun umur panen rata-rata pohon sengon adalah 5 tahunan.

3.       Stabilitas.

Stabilitas juga baik, karena petani mendapat keuntungan dari tanaman padi dalam jangka pendek. Dan petani mendapat keuntungan besar selang 5 tahun kemudian.

4.       Kemerataan.

Petani mengorbankan waktu untuk merawat pohon sengon dan tanaman padi, memberi pupuk, dan mengurus irigasi. Dalam hal ini petani mengeluarkan biaya dan tenaga. Namun dengan keuntungan yang didapat petani, maka dari segi kemerataan baik. Selain itu sistem ini mudah untuk diterapkan oleh petani.

                                                           PERBANDINGAN AGROEKOSISTEM HUTAN KOTA DENGAN WANATANI.

A.    AGROEKOSISTEM HUTAN KOTA.

Berdasarkan hasil analisis dari bab sebelumnya, terdapat beberapa poin sebagai berikut:
1.   Dalam segi produktivitas, Hutan Kota sangat sulit untuk diterapkan. Biaya yang  dikeluarkan untuk membuat Hutan Kota tidak akan sebanding dengan hasil yang didapat oleh petani. Sehinngga Hutan Kota bukan pilihan untuk kesejahteraaan petani.
2.      Pohon yang ditanam di Hutan Kota dalah pohon dengan rata-rata umur yang panjang, sehingga keberlanjutan usahanya tidak baik.
3.      Tidak adanya keuntungan yang didapat petani jika menerapkan sistem ini, stabilitas keuntungan tidak jelas.
4.      Hutan Kota bukan pilihan bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraannya.
5.      Pembuatan Hutan Kota membutuhkan lahan dan modal yang besar, dan jika melihat rata-rata petani di Indonesia, sistem ini tidak baik untuk petani.

B.   AGROEKOSISTEM WANATANI.

Sistem ini menggabungkan beberapa budidaya dalam satu lahan. Sistem ini sudah banyak diterapkan oleh petani. Beberapa poin yang bisa diambil dari sistem ini yaitu:
1.      Produktivitas sistem Wanatani sangat baik, petani mendapat keuntungan jangka pendek dari tanaman padi, dan selang 5 tahun akan mendapat keuntungan dari pohon sengon.
2.      Stabilitas keuntungan juga baik, ini didapat dari panen padi yang setahun bisa 2-3 kali panen. Dan akan mendapat keuntungan tambahan dari pohon sengon.
3.      Jumlah tenaga, biaya, dan energi sebanding dengan hasil yang diperoleh petani.
4.      Sistem Wanatani bisa dijadikan pilihan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
5.      Keberlanjutan dalam sistem ini sangat baik, karena padi berumur pendek.

C.   KESIMPULAN.

Dari penjelasan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa sistem Hutan Kota sangat kecil kemungkinan untuk diterapkan. Dilihat dari hasil analisis, Hutan Kota bukan pilihan bagi petani untuk mengembangkan usahanya. Sedangkan untuk Wanatani dilihat dari hasil analisis, sistem ini lebih baik untuk petani dibanding dengan Hutan Kota. Dari segi produktivitas, stabilitas, kemerataan, dan keberlanjutan, sistem Wanatani lebih baik dari sistem Hutan Kota. Berikut ini poin yang dapat disimpulkan:
1.   Hutan Kota produktivitasnya lebih rendah dari sistem Wanatani.
2.   Sistem Wanatani lebih mudah dikembangkan dibanding sistem Hutan Kota.
3.   Stabilitas hasil yang didapat menunjukkan bahwa sistem Wanatani lebih baik dibanding sistem Hutan Kota.
4.   Keberlanjutan usaha sistem Wanatani lebih baik daripada sistem Hutan Kota.
Demikian hasil analisis dari penulis, semoga bermanfaat.













                                                                                                                                                         DAFTAR PUSTAKA

http://jurnal.ugm.ac.id/jikfkt/article/view/1563/2973 diakses pada tanggal 1 maret 2016 pukul 1:05
Hardiatmi, JM Sri. "Investasi Tanaman Kayu Sengon dalam Wanatani Cukup Menjanjikan." INNOFARM: Jurnal Inovasi Pertanian 9.2 (2010): 17-21.)   diakses pada tanggal 01 maret 2016 pukul 20:35.
Santoso, Ir Hieronymus Budi. Budi daya sengon. Kanisius, 1992. Diakses pada tanggal     02 maret pukul 15:06










1 komentar: